AS telah memutuskan untuk memanfaatkan energi gunung berapi yang tidak aktif sebagai sumbernya energi panas bumi, sumber daya terbarukan yang dapat melengkapi sumber lain seperti Energia Surya dan tenaga angin. Pendekatan ini lahir dari keinginan untuk berkontribusi pada transisi menuju energi yang lebih bersih dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Rencananya adalah memanfaatkan panas yang tersimpan di batuan bawah tanah di dalam gunung berapi yang tidak aktif. Meskipun proses ini masih dalam tahap pengembangan, proses ini menawarkan cara yang menarik untuk menghasilkan energi secara terus-menerus dan berkelanjutan.
Apa itu energi panas bumi?
Energi panas bumi adalah panas yang terkandung di dalam perut bumi, yang berasal dari inti bumi akibat peluruhan radioaktif mineral, aktivitas tektonik, dan faktor-faktor lainnya. Panas ini dapat dimanfaatkan melalui pengeboran untuk mengekstraksi uap atau air panas, yang kemudian dapat diubah menjadi listrik melalui turbin atau digunakan langsung untuk pemanasan.
Salah satu daya tarik terbesar energi panas bumi adalah, tidak seperti angin atau matahari, energi panas bumi dapat menghasilkan listrik 24/7, tanpa gangguan. Hal ini sangat berguna di wilayah dimana sumber energi terbarukan tidak dapat memenuhi kebutuhan energi secara konsisten.
Bagaimana energi panas bumi diperoleh dari gunung berapi yang tidak aktif
Energi panas bumi yang berasal dari gunung berapi yang tidak aktif tidak jauh berbeda dengan energi panas bumi tradisional. Proses standarnya adalah mengebor jauh ke dalam gunung berapi, di mana bebatuannya masih menahan panas dalam jumlah besar. Kemudian, air dingin disuntikkan ke celah-celah atau akuifer gunung berapi, yang dengan menyerap panas magma, diubah menjadi uap bertekanan tinggi yang dapat digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik.
Suhu magma di bawah gunung berapi bisa melebihi 1,000 derajat Celcius, menjadikannya sumber panas yang sangat efektif. Sistem ini mirip dengan pembangkit listrik tenaga panas bumi konvensional, namun alih-alih memanfaatkan akuifer alami, sistem ini memanfaatkan sisa panas dari gunung berapi purba.
Misalnya, di Islandia, proses ini telah berhasil diterapkan, dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang mempunyai posisi yang baik untuk memanfaatkan teknologi serupa di gunung berapi aktif mereka.
Keuntungan energi panas bumi dari gunung berapi yang tidak aktif
Ada beberapa keuntungan mengekstraksi energi dari gunung berapi yang tidak aktif, antara lain:
- Keteguhan energi: Berbeda dengan angin atau matahari, energi panas bumi selalu tersedia. Artinya, dapat menyediakan sumber listrik yang berkelanjutan.
- Dampak lingkungan yang rendah: Dibandingkan dengan metode pembangkitan energi tradisional, energi panas bumi memiliki dampak yang lebih rendah terhadap lingkungan. Teknologi ini tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan dan memiliki jejak karbon yang rendah.
- Penggunaan sumber daya lokal: Banyak negara yang memiliki gunung berapi aktif tidak memanfaatkan potensi panas buminya. Pemanfaatan energi ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap sumber eksternal dan meningkatkan swasembada energi.
Namun, terdapat juga tantangan dalam penerapan teknologi ini, seperti biaya awal eksplorasi dan pengeboran, yang dalam beberapa kasus bisa sangat tinggi.
Risiko dan tantangan
Memanfaatkan energi panas bumi dari gunung berapi yang tidak aktif bukannya tanpa risiko. Pertama, pengeboran dalam menimbulkan bahaya lingkungan tertentu. Meskipun gunung berapi yang tidak aktif diperkirakan tidak akan meletus, selalu ada kemungkinan kecil terjadinya reaktivasi atau aktivitas panas bumi yang menyebabkan gempa bumi kecil, seperti yang terjadi di Islandia dan Selandia Baru.
Selain itu, terdapat risiko kontaminasi pada akuifer di sekitarnya karena pelepasan zat beracun secara tidak disengaja, seperti arsenik, yang secara alami ditemukan jauh di bawah tanah.
Terakhir, biaya awal pengeboran dan pemasangan pembangkit listrik tenaga panas bumi di gunung berapi yang tidak aktif sangatlah tinggi. Meskipun teknologi sudah maju, akses ke wilayah terdalam di kerak bumi masih menjadi tantangan teknis dan finansial.
Proyek saat ini dan potensi masa depan
Islandia adalah pionir dalam eksploitasi energi panas bumi, termasuk pemanfaatan gunung berapi yang tidak aktif. Proyek Pengeboran Dalam Islandia (IDDP) adalah contoh utama inisiatif pemanfaatan sumber panas bumi di kedalaman yang sangat dalam. Proyek ini telah berhasil mengebor lebih dari 4.500 meter ke dalam kerak bumi, mengakses suhu di atas 400 derajat Celcius, sehingga memungkinkan menghasilkan energi dengan cara yang jauh lebih efisien dan konstan.
Negara lain yang mengeksplorasi teknologi serupa adalah Selandia Baru, Jepang, dan wilayah Amerika Serikat seperti Yellowstone, yang memiliki potensi panas bumi yang sangat besar yang belum dijelajahi.
Di Amerika Serikat, beberapa pengujian telah dilakukan untuk memanfaatkan potensi panas bumi dari gunung berapi yang tidak aktif, khususnya di bagian barat laut negara tersebut, dimana aktivitas gunung berapi bawah tanah menunjukkan adanya cadangan panas yang sangat besar.
Kembali ke situasi di AS, dimana bebatuan dari gunung berapi yang tidak aktif kini menjadi fokus pembangkitan energi panas bumi. Proyek ini terus menarik perhatian, namun daerah-daerah yang telah menunjukkan keberhasilan dalam energi panas bumi selama ini diketahui sudah memiliki aktivitas vulkanik, sesuatu yang tidak bisa dikatakan untuk semua gunung berapi yang tidak aktif di dunia.
Kesimpulan
Energi panas bumi dari gunung berapi yang tidak aktif merupakan pilihan yang sangat menarik untuk mendiversifikasi pasokan energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Meskipun hal ini menghadirkan tantangan teknis dan finansial yang signifikan, potensi manfaatnya cukup besar, baik dari segi keberlanjutan maupun keamanan energi. Beberapa negara seperti Islandia telah mengambil langkah penting ke arah ini, dan negara lain seperti Amerika Serikat dan Jepang mulai mengeksplorasi sumber energi ini dengan serius. Masa depan teknologi ini tampaknya menjanjikan, dan ini bisa menjadi salah satu kunci transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.