
Masyarakat modern, yang ditandai dengan konsumsi sumber daya alam yang belum pernah terjadi sebelumnya, telah membahayakan rapuhnya keseimbangan antara manusia dan alam. Salah satu dampak yang paling mengkhawatirkan dari ketidakseimbangan ini adalah pencairan besar-besaran di wilayah kutub, khususnya di Antartika. Wilayah ini, yang merupakan rumah bagi cadangan es terbesar di dunia, menyaksikan perluasan berbagai retakan dan retakan pada lapisan bekunya, yang merupakan akibat nyata dari _perubahan iklim_.
Kemajuan retakan di Antartika
Retakan di lapisan es Larsen C, yang terletak di Semenanjung Antartika, telah berkembang pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hanya dalam waktu enam bulan, perluasannya meningkat pesat sebesar 20 kilometer, mencapai total panjang 128 kilometer. Fenomena ini telah diamati oleh Satelit NASA Terra, yang telah menangkap gambar detail perluasan celah ini secara real time. Para ahli takut bahwa blok seluas 6.381 kilometer persegi, setara dengan luas provinsi Madrid, akan segera pecah, menghasilkan salah satu gunung es terbesar yang pernah tercatat.
El Proyek MIDAS, sebuah tim Inggris yang berdedikasi untuk mempelajari lapisan es Larsen C, telah mengidentifikasi perubahan iklim sebagai faktor utama yang melemahkan es di wilayah ini. Meningkatnya suhu telah mengubah komposisi internal lapisan es, sehingga meningkatkan kerapuhannya secara signifikan.
Sebuah preseden yang meresahkan adalah runtuhnya lapisan es Larsen B pada tahun 2002, yang menunjukkan betapa besarnya dampak buruk terhadap lingkungan Pemanasan global Hal ini dapat menyebabkan jatuhnya es raksasa dalam waktu singkat. Para ilmuwan memperingatkan bahwa kejadian serupa dapat terulang di wilayah penting lainnya di Antartika.
Dampak global dari pencairan Antartika
Konsekuensi dari pelepasan ini balok es yang besar Hal ini lebih dari sekedar penciptaan gunung es raksasa. Salah satu dampak yang paling signifikan adalah Naiknya permukaan laut. Kota-kota besar di pesisir seperti New York, Tokyo atau Amsterdam akan berada dalam bahaya serius jika terjadi kenaikan permukaan laut secara terus-menerus, yang dapat memicu migrasi massal dan gangguan ekonomi yang tidak dapat diperbaiki lagi.
Selain itu, lapisan es di Antartika bertindak sebagai penghalang yang menahan gletser pedalaman. Jika lapisan ini terus melemah dan runtuh, gletser akan meluncur lebih cepat ke laut, yang selanjutnya berkontribusi terhadap kenaikan permukaan laut.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa a kombinasi air leleh dan percepatan keretakan dapat menyebabkan keretakan pada platform ini jauh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Air yang terakumulasi di gletser mempercepat retaknya es, sehingga memudahkan keruntuhannya.
Kecepatan pertumbuhan retak: rekor yang mengkhawatirkan
Di beberapa wilayah utama Antartika, retakan di gletser Mereka tidak hanya bertumbuh, namun mereka juga melakukannya kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Contoh yang mengesankan adalah Gletser Pulau Pinus, di mana, pada tahun 2012, retakan sepanjang 10,5 kilometer terbentuk hanya dalam waktu 5 menit. Ini berarti retakan menyebar dengan kecepatan tinggi 35 meter per detik, yaitu 126 kilometer per jam.
Fenomena ini telah dianalisis secara rinci oleh para ahli dari Universitas Washington, yang telah berhasil memecahkan kode mekanisme fisik kompleks yang menyebabkannya. Air yang merembes ke dalam celah-celah ini memainkan peranan penting, menjaganya tetap terbuka dan menghalangi penutupannya. Ditambah lagi dengan dampak yang semakin besar arus laut yang hangat, yang mempercepat pencairan dari bawah.
Pengamatan ini memperjelas bahwa, dalam kondisi tertentu, seluruh lapisan es dapat retak dan runtuh dalam hitungan menit, sehingga menggarisbawahi pentingnya pemantauan ketat terhadap perubahan yang terjadi di Antartika.
Masa depan lapisan es Antartika yang tidak pasti
Para ilmuwan saat ini sedang memperdebatkan apakah wilayah tersebut Pencairan Antartika telah mencapai titik tidak bisa kembali lagi. Lapisan Es Antartika Barat, di tempat-tempat seperti Pulau Pinus y Thwaites, bisa saja melewati batas kritis. Artinya, meskipun tindakan agresif diterapkan untuk memerangi perubahan iklim, hilangnya es di wilayah tersebut tidak dapat diubah.
Detasemen penting lainnya adalah kasus gunung es D-28, yang terpisah dari Lapisan Es Amery pada tahun 2019. Gunung es yang dijuluki “Molar berg” karena bentuknya ini memiliki berat sekitar 315.000 miliar ton dan telah berpindah hingga 1.000 kilometer dari posisi semula yang terdokumentasi oleh satelit ICESat-2 dari NASA.
Peristiwa ini hanya menandai awal dari serangkaian keruntuhan yang dapat mengancam stabilitas seluruh lapisan es Antartika. Pemantauan terus menerus melalui satelit dan studi ilmiah akan sangat penting untuk memahami kecepatan dan besarnya pencairan.
Masa depan Antartika tidak diragukan lagi tidak pasti. Perubahan iklim mengubah ekosistem di wilayah ini dengan sangat cepat, dan dampaknya dapat dirasakan di seluruh dunia. Penelitian yang dilakukan sejauh ini memperjelas hal itu kita tidak bisa meremehkannya dampak mencairnya es di lapisan es Antartika. Pemantauan, analisis, dan tindakan akan menjadi kunci untuk memitigasi, jika masih memungkinkan, konsekuensinya.