Minggu lalu, kapal tanker minyak Iran Sanchi tenggelam setelah bertabrakan dengan kapal kargo Hong Kong, menyebabkan bencana lingkungan di Laut Cina Timur. Meski kecelakaan terjadi pada 6 Januari, kapal tersebut terbakar selama berhari-hari sebelum tenggelam seluruhnya pada 14 Januari. Setelah kecelakaan itu, a tumpahan minyak kira-kira 10 mil (18,5 kilometer), yang terus berkembang, menurut otoritas Tiongkok.
Bencana ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa, namun juga mewakili a ancaman lingkungan besarnya, mempengaruhi fauna dan flora laut serta perekonomian perikanan di wilayah tersebut. Pejabat pemerintah di wilayah tersebut, bersama dengan para ahli, telah berupaya untuk mengurangi dampak tragedi ini. Di bawah ini, kami menguraikan penyebab kecelakaan, dampak langsung dari tumpahan minyak, dan kemungkinan solusi yang sedang dievaluasi untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan.
Mereka menyelidiki kotak hitam kapal tanker minyak Sanchi
Administrasi Kelautan Negara Tiongkok saat ini sedang menyelidiki data yang diperoleh dari kotak hitam dari kapal tanker minyak Sanchi untuk mengetahui penyebab pasti kecelakaan itu. Para ahli menganggap data ini sangat penting untuk memperjelas apakah kecelakaan itu disebabkan oleh kesalahan manusia atau kegagalan mekanis. Rekaman dan informasi yang terekam dalam kotak ini akan membantu memahami apa yang terjadi antara tabrakan dan kebakaran berikutnya yang menghanguskan kapal.
Sanchi berpindah-pindah 136.000 ton kondensat minyak, suatu bentuk hidrokarbon ultraringan yang sangat mudah terbakar dan beracun. Meskipun sebagian muatan terbakar selama kebakaran, sebagian besar muatannya tumpah ke laut. Para ilmuwan terus mempelajari berapa banyak minyak yang mungkin terperangkap di tangki kapal dan apakah ada risiko kebocoran lebih lanjut dalam beberapa hari atau minggu mendatang.
Tumpahan ini akan berdampak serius terhadap ekosistem laut. Pihak berwenang saat ini menggunakan robot bawah air untuk memantau status kapal yang berada Kedalaman 115 meter. Perangkat ini, bersama dengan teknologi canggih lainnya, akan mencegah kebocoran minyak lebih lanjut dalam waktu dekat.
Mengurangi dampak tumpahan
Penyebaran minyak adalah salah satu kekhawatiran terbesar. Negara-negara terdekat seperti Jepang dan Korea Selatan telah mengerahkan tim khusus untuk mencoba menahan penyebaran tumpahan tersebut. Namun, kondisi cuaca dan sifat kondensat minyak yang mudah menguap mempersulit upaya pembersihan dan pemantauan. Jenis hidrokarbon ini, tidak seperti minyak mentah berat, bercampur dengan air dan menyebar lebih cepat karena sifat gasnya, sehingga pemulihannya lebih sulit.
Beberapa ahli mengkritik keputusan untuk tidak membakar seluruh muatan Sanchi sebelum tenggelam. Ada argumen bahwa dengan tidak melakukan intervensi lebih cepat, maka 2.000 ton bahan bakar minyak berat yang dibawa kapal sebagai bahan bakar tetap berada di dasar laut, sehingga dapat terus bocor dan menyebabkan kerusakan jangka panjang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap fauna laut, terutama di wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Selain itu, Laut Cina Timur merupakan wilayah utama penangkapan ikan komersial. Polusi ini pasti akan berdampak pada spesies laut yang banyak dikonsumsi, seperti ikan todak, mackerel, dan ikan croaker kuning. Pemerintah setempat sudah memperingatkan kemungkinan dampak ekonomi bagi komunitas nelayan di Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan.
Tumpahan terburuk sejak Exxon Valdez
Beberapa ahli mengklasifikasikan kejadian ini sebagai bencana lingkungan terburuk sejak tumpahan minyak yang tragis. Exxon Valdez di Alaska pada tahun 1989. Namun, kecelakaan Sanchi kurang mendapat perhatian media, sebagian karena minyak kentalnya kurang terlihat, yang berarti bintik hitam di permukaan laut tidak terlihat. Meskipun demikian, para ahli memperingatkan bahwa dampak racun dan lingkungan mungkin lebih serius dalam jangka panjang.
Kondensat minyak sangat beracun bagi fauna laut. Ketika dicampur dengan air, eliminasinya sangat rumit. Selain itu, spesies burung yang memakan ikan yang terkontaminasi juga dapat terkena dampaknya, sehingga menimbulkan dampak buruk pada ekosistem lokal. Greenpeace dan organisasi lingkungan lainnya memperingatkan tentang potensi dampak terhadap kesehatan manusia akibat konsumsi produk ikan yang terkontaminasi hidrokarbon, meskipun dampaknya belum sepenuhnya dievaluasi.
Proposal untuk masa depan dan pengawasan lingkungan
Mengingat besarnya tragedi ini, organisasi-organisasi seperti Greenpeace Asia menuntut pengaturan dan pengendalian kegiatan maritim yang lebih baik. Mereka berpendapat bahwa penting untuk meningkatkan protokol keamanan untuk menghindari bencana sebesar ini di masa depan. Mobilisasi tim penyelamat dan tanggap darurat yang cepat dapat mengurangi dampak tumpahan ini secara signifikan.
Sementara itu, otoritas Tiongkok telah meningkatkan pemantauan udara dan maritim, mendirikan stasiun pengawasan di berbagai titik strategis di Laut Tiongkok. Selain itu, kapal-kapal tersebut terus berupaya untuk menahan tumpahan, meskipun ada kekhawatiran mengenai efektivitas tindakan ini mengingat luas wilayah yang terkena dampak sudah melebihi 330 kilometer persegi noda minyak.
Bencana ini menyoroti perlunya tindakan global yang terkoordinasi. Kecelakaan sebesar ini bukan kali pertama terjadi, namun hal ini harus menjadi peringatan untuk mencegah terjadinya bencana di masa depan. Hanya undang-undang lingkungan hidup yang lebih kuat dan pemantauan proaktif yang dapat melindungi lingkungan laut dan perekonomian yang bergantung padanya.
Seiring dengan berlanjutnya penyelidikan, para ahli di seluruh dunia sepakat bahwa sangat penting untuk terus mengevaluasi dampak tumpahan tersebut. Komunitas ilmiah dan kelautan telah berupaya mencari solusi jangka panjang untuk mengurangi tragedi semacam ini di masa depan.