Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) telah menerbitkan analisis yang mengkhawatirkan efek dari tiga pestisida umum—klorpirifos, diazinon, dan malathion—pada spesies yang terancam punah. Studi menunjukkan bagaimana bahan kimia ini tidak hanya berdampak pada hewan, tetapi juga habitat penting tempat mereka tinggal.
Hasilnya mengejutkan: pestisida klorpirifos dan malathion berdampak negatif a 97% spesies dilindungi berdasarkan Undang-undang Spesies Terancam Punah (Endangered Species Act), sementara Diazinon mempengaruhi 79%. Ini mencakup beragam fauna dan flora, dari burung hingga serangga, termasuk amfibi, reptil, dan tumbuhan endemik.
Konsekuensinya sangat buruk bagi hewan-hewan yang bergantung pada habitat yang sangat spesifik, seperti lahan basah. Banyak dari pestisida ini yang umum digunakan dalam pertanian dan pengendalian hama, sehingga spesies ini berada dalam situasi kritis.
Penggunaan dan penerapan pestisida
Malathion banyak digunakan di bidang pertanian untuk mengolah buah-buahan dan sayuran, serta tanaman hias. Selain itu, sering digunakan dalam kontrol centang pada hewan peliharaan. Di sisi lain, klorpirifos digunakan untuk mengendalikan rayap, nyamuk, semut, dan cacing, meskipun penelitian terbaru menunjukkan bahwa dampak negatif produk ini jauh melampaui tujuan awalnya. Diazinon, yang dimaksudkan untuk membasmi kecoa dan semut, juga menimbulkan risiko serupa.
Penggunaan bahan kimia secara ekstensif berdampak pada berbagai spesies secara langsung dan tidak langsung. Malathion dan klorpirifos, misalnya, sangat berbahaya bagi serangga penyerbuk seperti lebah, namun juga berdampak pada burung yang memakan serangga yang terkontaminasi. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa insektisida neonicotinoid, seperti klorpirifos, adalah salah satu penyebab utama penyakit ini. penurunan populasi serangga yang sangat besar di seluruh dunia
Untuk pertama kalinya, kami akhirnya memiliki data yang menunjukkan betapa dahsyatnya dampak pestisida ini terhadap spesies yang terancam punah, mulai dari burung dan katak hingga ikan dan tanaman. – Lori Ann Burd, Pusat Keanekaragaman Hayati.
Dampak jangka panjang terhadap ekosistem
Pestisida tidak hanya mempunyai dampak langsung terhadap spesies target, namun juga mempunyai dampak jangka panjang terhadap keseluruhan ekosistem. Salah satu dampak yang paling mengkhawatirkan adalah bioakumulasi zat-zat tersebut dalam rantai makanan. Artinya pestisida, sekali digunakan, tidak cepat hilang. Bahkan ketika serangga atau hewan pengerat mati karena keracunan, predator yang memakan hewan tersebut juga terkena dampaknya, mengembangkan penyakit kronis atau kegagalan reproduksi.
Contoh nyata dari fenomena ini adalah penelitian terhadap burung Doñana, dimana banyak spesies burung pemangsa, seperti burung sepatu elang dan layang-layang hitam, menunjukkan tingkat pestisida seperti DDT yang mengkhawatirkan, meskipun telah dilarang beberapa dekade lalu. Senyawa organoklorin ini, bersama dengan pestisida lain yang ada saat ini seperti piretroid, mempengaruhi penetasan telur dan kelangsungan hidup anak ayam.
Perusakan habitat dan pencemaran ekosistem sangat berdampak terhadap keanekaragaman hayati global. Taman Nasional Doñana adalah contoh nyata bagaimana kontaminasi pestisida dari kegiatan pertanian di dekatnya membahayakan keanekaragaman hayati yang unik, dan berdampak pada lebih dari 350 spesies burung dan spesies lain yang dilindungi.
Kasus penyerbukan serangga
Sekelompok spesies yang terkena dampak pestisida adalah serangga penyerbuk seperti lebah, mariposas dan serangga lain yang berperan penting dalam penyerbukan tanaman pangan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 40% spesies serangga berada dalam bahaya kepunahan akibat penggunaan pestisida dan hilangnya habitat. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena banyak dari spesies ini sangat penting bagi pertanian dan menjaga kesehatan ekosistem.
Kasus dari kupu-kupu raja adalah contoh simbolik lainnya. Penggunaan herbisida seperti glifosat telah menghancurkan sumber makanan utamanya, milkweed, yang menyebabkan penurunan lebih dari 80% populasi spesies ini hanya dalam dua dekade. Selain itu, diperkenalkannya tanaman yang resistan terhadap herbisida telah memungkinkan glifosat disemprotkan dalam jumlah besar, sehingga memperburuk masalah dengan menghancurkan habitat utama ulat kupu-kupu.
Peran mendasar lebah
Lebah adalah salah satu penyerbuk terpenting di dunia. Penurunan jumlah ini akibat penggunaan pestisida seperti neonicotinoid membahayakan ekosistem pertanian. Studi FAO memperkirakan lebih dari itu 84% tanaman ditujukan untuk konsumsi manusia Mereka bergantung pada serangga penyerbuk. Diantaranya, lebah memainkan peran penting bagi tanaman seperti apel, stroberi, almond, dan lain-lain.
Pestisida dapat mempengaruhi lebah dalam berbagai cara. Beberapa penelitian menunjukkan betapa sejumlah kecil bahan kimia ini mengganggu sistem saraf mereka, mempengaruhi kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dan mengumpulkan nektar, yang pada akhirnya menyebabkan kematian. Runtuhnya Koloni, sebuah fenomena dahsyat yang berkontribusi pada runtuhnya seluruh koloni di banyak negara.
El penggunaan pestisida secara intensif Tidak hanya berdampak pada lebah dan serangga penyerbuk lainnya, tetapi juga berdampak pada terganggunya rantai makanan yang dapat menimbulkan efek domino kepunahan spesies. Oleh karena itu, penting untuk mengurangi penggunaan pestisida dan mencari alternatif yang lebih berkelanjutan.
Jalan menuju solusi berkelanjutan
Meskipun prospek saat ini mengkhawatirkan, terdapat alternatif berkelanjutan yang dapat mengurangi dampak pestisida tanpa mengorbankan produktivitas pertanian. Dia Pengendalian Hama Terpadu (MIP) adalah salah satu solusi yang paling menjanjikan. Pendekatan ini berfokus pada penggabungan teknik biologis, budaya dan fisik untuk mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia.
Contoh bagaimana PHT bisa efektif adalah penggunaan rotasi tanaman dan penggunaan serangga bermanfaat untuk mengendalikan hama. Rotasi tanaman meningkatkan kesehatan tanah dan mengurangi kemungkinan timbulnya hama, sementara serangga yang bermanfaat dapat menjadi predator alami terhadap spesies yang biasanya dikendalikan dengan pestisida kimia.
Selain itu, pelarangan pestisida tertentu di Uni Eropa telah terbukti efektif dalam melindungi spesies penyerbuk utama seperti lebah. Namun larangan ini harus dibarengi dengan langkah-langkah global untuk mengekang penggunaan pestisida yang berlebihan di seluruh dunia.
Pada akhirnya, mengurangi penggunaan pestisida dan penerapan teknologi pertanian yang lebih berkelanjutan tidak hanya akan membantu melestarikan spesies yang terancam punah, namun juga menjamin kesehatan ekosistem tempat kita bergantung dalam jangka panjang.