Kondisi terumbu karang Jepang telah mencapai titik kritis, dengan matinya dua pertiga terumbu karang terbesar di negara tersebut, yaitu terumbu karang. Terumbu Karang Sekiseishoko, terletak di antara pulau-pulau Ishigaki e iriomote. Fenomena ini sebagian besar disebabkan oleh perubahan iklim dan kenaikan suhu laut. Menteri Lingkungan Hidup Jepang telah mengkonfirmasi kehancuran kawasan ini, dan proyeksi menyebutkan masa depan ekosistem ini semakin suram.
Pada tahun 2016, suhu laut di wilayah yang terkena dampak naik satu hingga dua derajat Celcius di atas normal hingga mencapai 30 derajat. Perubahan suhu yang ekstrim ini adalah salah satu penyebab utama memutihkan karang, suatu proses yang terjadi ketika karang mengeluarkan alga fotosintetik yang hidup di jaringannya dan, tanpa alga tersebut, ia akan kehilangan warna dan sumber energi utamanya.
Dampak pemutihan terhadap karang
Pemutihan adalah proses yang merusak karang. Menurut penelitian yang dilakukan di terumbu Sekiseishoko, lebih dari 91% karang Ia sedang dalam tahap pemutihan, dan sebagian besar sudah mati. Peristiwa ini mengikuti apa yang terjadi di Great Barrier Reef di Australia, dimana fenomena pemutihan telah menyebabkan kerusakan karang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Secara global, para ilmuwan memperingatkan bahwa kejadian sebesar ini bisa menjadi sebuah norma baru jika tidak dikurangi. emisi gas rumah kaca.
Pemutihan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak normal, tidak hanya mempengaruhi penampilan visual karang, tetapi juga mempengaruhi kemampuannya untuk bertahan hidup. Tanpa alga yang bersimbiosis, karang akan kekurangan energi dan akhirnya mati jika kondisinya tidak segera berbalik. Sekalipun kondisinya lebih baik, dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi karang untuk pulih, dan ini adalah kondisi terbaiknya.
Pentingnya karang bagi ekosistem laut
Karang merupakan salah satu ekosistem terpenting di dunia. Meskipun hanya menempati sebagian kecil lautan, mereka adalah rumah bagi seperempat spesies laut, menyediakan tempat berlindung dan mencari makan bagi berbagai bentuk kehidupan laut. Hilangnya karang berdampak serius pada rantai makanan sehingga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati laut. Misalnya spesies seperti ikan badut dan berbagai spesies kerang bergantung langsung pada karang untuk kelangsungan hidupnya.
Pariwisata juga memainkan peran penting di kawasan karang. Di Jepang, terumbu Sekiseishoko merupakan bagian penting dari perekonomian lokal, menarik ribuan wisatawan setiap tahunnya. Namun, dengan hilangnya terumbu karang, pendapatan lokal dari kegiatan seperti snorkel dan menyelam Mereka sama-sama berisiko.
Ancaman apa lagi yang dihadapi terumbu karang di Jepang?
Selain pemutihan, bintang laut juga dikenal sebagai Acanthaster planci, atau mahkota duri, adalah musuh besar lainnya bagi karang. Bintang laut invasif ini memakan polip karang, dan serangannya dapat dengan cepat menghancurkan terumbu karang. Okinawa sangat rentan terhadap invasi ini, dengan data yang menunjukkan hilangnya terumbu karang secara signifikan di wilayah ini.
Seiring dengan berkembangnya bintang laut, pariwisata yang tidak terkendali dan pembangunan pesisir yang tidak direncanakan dengan baik juga menyebabkan kerusakan yang signifikan. Sedimentasi yang dihasilkan oleh pertanian dan konstruksi di pantai menyebabkan berkurangnya cahaya yang mencapai karang, yang merupakan elemen penting untuk fotosintesis alga yang menghuninya.
Upaya Restorasi Terumbu Karang
Meskipun kondisi terumbu karang di Jepang sangat buruk, berbagai upaya terus dilakukan untuk membalikkan kerusakan tersebut. Di Okinawa, misalnya, rencana restorasi karang yang ambisius telah diluncurkan yang mencakup reintroduksi karang yang tumbuh di pembibitan. Prosedur ini melibatkan pengumpulan fragmen karang hidup dan menumbuhkannya di fasilitas khusus sebelum mengembalikannya ke laut. Sebuah proyek percontohan di desa Onna telah mencapai beberapa keberhasilan, lebih dari itu telah dilakukan penanaman kembali 100,000 koloni karang.
Pendekatan lain yang mulai mendapat perhatian adalah penggunaan Cetak 3D untuk membuat terumbu buatan terbuat dari terakota. Segi enam terakota ini memberikan landasan yang kokoh bagi karang untuk tumbuh kembali, meniru kondisi terumbu alami. Hal ini telah diuji di wilayah lain seperti Hong Kong, dan hasil awalnya cukup menjanjikan. Keunggulan penggunaan terakota adalah materialnya lebih ramah lingkungan dibandingkan beton, sehingga cenderung mengganggu keseimbangan kimia air laut.
Masa depan terumbu karang di Jepang
Meskipun program restorasi sedang berjalan, para ilmuwan bersikeras bahwa satu-satunya solusi jangka panjang adalah memperlambat laju kerusakan hutan perubahan iklim. Terumbu karang memerlukan waktu untuk pulih, dan jika suhu laut terus meningkat, upaya restorasi hanya akan menjadi solusi sementara. Diharapkan jika kita tidak mengurangi emisi gas rumah kaca, maka hal tersebut akan terjadi 70% dan 90% terumbu karang dunia akan hilang dalam 20 tahun mendatang.
Setiap tahunnya, semakin banyak laporan dan data ilmiah yang terakumulasi yang memperingatkan akan bahaya yang akan terjadi terhadap ekosistem karang. Namun, teknologi juga sedang dikembangkan yang dapat memberikan harapan dalam berpacu dengan waktu. Pemerintah, masyarakat lokal, dan wisatawan harus bekerja sama untuk melindungi ekosistem yang rapuh ini sebelum terlambat. Belajar dari masa lalu dan menerapkan pembelajaran tersebut untuk konservasi di masa depan akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa bagi generasi mendatang, terumbu karang bukan hanya kenangan masa lalu.
Terumbu karang Sekiseishoko dan terumbu sejenis lainnya sangat penting bagi keanekaragaman hayati global. Tanpa mereka, planet kita akan kehilangan bagian penting dari ekosistem lautnya, sehingga berdampak pada kehidupan hewan dan manusia.